Selasa, 06 September 2011

Bener Meriah Kurang Dana Amankan Hutan

THURSDAY, 25 AUGUST 2011 00:11

BANDA ACEH - Pemeritah Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, kekurangan dana untuk melakukan pengamanan hutan yang termasuk di dalamnya operasi ilegal logging dan kebakaran hutan.

Kepala Bidang Pengamanan Hutan Kabupaten Bener Meriah Syamsuddin di Redelong, mengatakan, anggaran untuk pengamanan hutan yang ada di Dinas Kehutanan dan Perkebunan saat ini hanya Rp 20 juta dalam setahun. "Dengan jumlah dana sebesar itu, kita mempunyai keterbatasan dalam pengamanan hutan di Bener Meriah," katanya, tadi malam.

Pada tahun sebelumnya, pengamanan hutan di Bener Meriah mempunyai tim Upes Api, Pawang Api, namun karena keterbatasan dana, untuk tahun 2011 ini tidak ada lagi, hanya ada jaga wana.

Jumlah personil jaga wana di Bener Meriah 64 orang yang dibagi sepuluh kecamatan. Luas hutan lindung di daerah berhawa dingin itu 64.636 hektare, hutan produksi 67.016 ha, HPL 3.332 ha dan APL 62,706 ha, berdasarkan SK Menhut No.170 tahun 2000.

Syamsuddin mengatakan, pada saat kemarau panjang sering terjadi kebakaran hutan. Titik api seringkali terjadi di hampir setiap kecamatan, terutama Kecamatan Syiah Utama, Permata, Pinte Rime Gayo, Mesidah, dan Kecamatan Bukit.

Pada saat kemarau, suhu di Bener meriah terasa sangat panas, sehingga memicu terjadinya kebakaran hutan dan semakin sulit dipadamkan, karena api dengan mudah menjalar membakar kawasan hutan.

Kebakaran hutan adalah fenomena yang kerap terjadi di kemarau dengan kondisi suhu cukup panas, sehingga saat terjadi kebakaran hutan sulit untuk dipadamkan, apalagi hutan yang terbakar itu banyak ditumbuhi semak belukar.

Dampak dari kebakaran semak belukar itu, juga seringkali menghanguskan hutan pinus bahkan menjalar ke areal perkebunan milik warga. Kebakaran yang terjadi di kawasan hutan lindung juga sulit dipadamkan karena berada pada bagian tengah hutan, sehingga sulit untuk ditembus mobil pemadam. Selain kebakaran hutan, aksi penjarahan hutan terutama hutan lindung juga kerap terjadi di Bener Meriah, kata Syamsuddin.

"Kita sebenarnya berusaha menggelar operasi-operasi gabungan untuk melakukan pemberantasan ilegal logging, namun kita kekurangan dana, sehingga tidak begitu efektif," kata Syamsuddin. Ia berharap pemerintah menambah anggaran untuk pengamanan hutan, sehingga bisa bekerja secara efektif.

"Tentunya dengan penambahan anggaran kita dapat bekerja lebih efektif lagi dalam melakukan pengamanan hutan di Bener Meriah, sehingga kita dapat menghindari bencana alam seperti kebakaran hutan, longsor, banjir serta kepunahan ekosistem," demikian Syamsuddin.

Sumber : Waspada.co.id

Senin, 15 Agustus 2011

Dua Kawanan Gajah Obrak-abrik Kebun Sawit

Senin, 8 Agustus 2011 09:04

REDELONG - Dua kawanan gajah liar mengobrak-abrik kebun kelapa sawit warga Kampung Negeri Antara, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah. Bahkan kawanan gajah liar itu juga menggasak kebun kacang dan pohon pinus yang baru ditanami warga sejak sebulan terakhir.

Seorang Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Kampung Negeri Antara, Anshari, Minggu (7/8) mengatakan, dua kawanan gajah liar itu menumbangkan dan memakan pohon-pohon sawit yang masih berusia setahun hingga dua tahun di kawasan tersebut.

Jarak perkebunan sawit dengan pemukiman penduduk hanya sekitar satu kilometer. “Lebih dari 20 hektare lahan kepala sawit di Kampung Negeri Antara digasak hewan liar tersebut,” katanya.

Dari pemantauan sejumlah warga, gajah yang masuk perkebunan warga itu terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama berjumlah 22 ekor yang biasanya berada di hutan Sayeung, yang berbatasan dengan Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen.

Sementara satu kelompok lagi berjumlah 11 ekor sering berada di hutan Kampung Negeri Antara, Kecamatan Bener Meriah yang berbatasan dengan Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen. “Dua kawanan gajah tersebut tidak saja menggasak tanaman pada malam hari, namun juga mengganggu tanaman pada siang harinya, tanpa takut kedatangan warga,” ujar Anshari.

Pada malam hari, suara gajah-gajah tersebut terdengar masyarakat setempat, namun warga tidak mampu mengusirnya. “Saya takut gajah-gajah itu akan merusak rumah-rumah penduduk Kampung Negeri Antara,” ujar Anshari yang sudah enam tahun bertugas sebagai tenaga honorer PPL di Kecamatan Pintu Rime Gayo.(min)

Sumber Serambinews.com

Senin, 25 Juli 2011

Jeruk Keprok dan Kentang Cocok di Bener Meriah

Sun, May 22nd 2011, 09:20

TAKENGON - Kabupaten Bener Meriah dinilai tidak hanya cocok menjadi daerah sentra penghasil kopi, namun juga cocok menjadi daerah penghasil holtikultura. Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Hasanuddin Ibrahim, mengusulkan agar di Bener Meriah dikembangkan jeruk keprok gayo dan kentang. Dia mengutarakan hal itu saat berkunjung ke Kabupaten Bener Meriah, Sabtu (21/5).

“Menurut Dirjen Hortikultura, Kabupaten Bener Meriah sangat bagus untuk tempat pengembangan jeruk keprok dan kentang, selain komoditi kopi dan komoditas lainnya. Kalau untuk kentang dan jeruk keprok memang sudah ada dikembangkan sebelumnya di daerah ini, tetapi disarankan agar lebih maksimal lagi pengembangannya,” kata Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Bener Meriah, Ir Rusman, kepada Serambi.

Dirjen menginginkan agar pengembangan itu dapat dilakukan dalam kurun waktu lima tahun ke depan. “Pengembangan dua jenis hortikultura ini bisa dilakukan di Bener Meriah. Dengan catatan, harus ada pembagian wilayah antara tanaman jeruk dan kentang,” sebut Rusman mengutip pernyataan Hasanuddin.

Kunjungan kerja Dirjen Hortikultura ke Kabupaten Bener Meriah, selain melihat kondisi areal pertanian di daerah Uning Bertih, Kecamatan Wih Pesam, juga meresmikan cool storage (lemari pendingin) di daerah Pante Raya, Kecamatan Wih Pesam. Selain itu juga digelar acara temu ramah dengan sejumlah kelompok tani di Kabupaten Bener Meriah.

Kunjungan tersebut didampingi Kepala Dinas Pertanian Aceh, Ir Asrin MP, serta Bupati Bener Meriah, Ir H Tagore Abubakar. “Mulai saat ini, cool storage di Kabupaten Bener Meriah sudah mulai operasional,” ucap Rusman.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Minggu, 26 Juni 2011

Minimalisir Dampak Bencana Gunung Api, Karst Aceh Gunakan Kearifan Lokal Burni Telong

Mon, May 2nd 2011, 09:00
Minimalisir Dampak Bencana Gunung Api
Karst Aceh Gunakan Kearifan Lokal Burni Telong

BANDA ACEH - Meminimalisir dampak letusan yang mungkin terjadi pada Gunung Api Burni Telong di Kabupaten Bener Meriah, Karst Aceh (sebuah LSM) baru-baru ini menyusun kembali peta Kawasan Rawan Bencana (KRB). Penyusunan didasarkan pada peta KRB Gunung Api yang dikeluarkan Direktorat Vulkanologi Departemen ESDM yang diperbarui dengan penelitian partisipatif yang melibatkan kearifan lokal masyarakat setempat.

“Dari pelibatan masyarakat ini kita ketahui, ternyata ada daerah yang dalam peta Direktorat Vulkanologi masuk KRB I ternyata masuk dalam KRB II,” ucap Direktur Karst Aceh, Abdillah Imron Nasution, kepada Serambi, Sabtu (30/4).

Untuk diketahui, kata dia, klasifikasi KRB terbagi atas KRB I (radius 8 kilometer), KRB II (radius 5 kilometer), dan KRB III (radius 3 kilometer). Dalam peta Direktorat Vulkanologi Departemen ESDM, ada empat kecamatan yang masuk dalam KRB II, yaitu Wih Pesam, Bukit, Timang Gajah, Simpang Tiga Redelong.

“Jadi kalau kita melihat peta yang disusun berdasarkan partisipasi masyarakat ini, wilayah KRB bisa lebih luas lagi,” imbuhnya. Menurut Abdillah Imron, kearifan lokal masyarakat setempat sangat penting dalam menyikapi masalah kebencanaan gunung api, apalagi pemahaman terhadap istilah-istilah kebencanaan sangat rendah.

Abdillah mengungkapkan, dalam kearifan lokal masyarakat setempat, gejala-gejala sebelum letusan gunung api biasanya ditandai dengan ‘wih polak tadoh’ (kolam air panas/sumber air panas mengering) dan ‘benatang turon ke kampong’ (binatang turun ke perkampungan).

“Nah di level inilah menurut kearifan masyarakat setempat dilakukan evakuasi. Mereka tidak mengerti apa itu Siaga I dan Siaga II,” tandas Abdillah. Terkait dengan hal itu, baru-baru ini Karst Aceh melakukan penandatanganan Piagam Komitmen Pengurangan Risiko Bencana bersama Pemerintah Kecamatan Wih Pesam, Kabupaten Bener Meriah.

Penandatanganan piagam komitmen ini lakukan antara Direktur Karst Aceh (Abdillah Imron Nasution), Ketua Forum Komunitas Siaga Bencana Pante Raya (Irwan Khadari), Camat Wih Pesam (Kamluddin AR SE), Danramil Wih Pesam (Kapten Inf Trimo), Kapolsek Wih Pesam (Iptu Hamdani), serta Keuchik Pante Raya (M Kasmi).

Piagam komitmen tersebut berisikan materi pernyataan komitmen pihak-pihak tersebut untuk sepakat bekerja dan berpartisipasi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk meningkatkan tugas dan fungsi masing-masing yang berhubungan dengan pelaksanaan Pengurangan Risiko Bencana Gunung Api Berbasis Komunitas di Kecamatan Wih Pesam.(yos)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 09 Juni 2011

Warga Pedalaman Kesulitan Layanan Kesehatan

Thu, Apr 14th 2011, 09:35

REDELONG-Masyarakat yang tinggal di sejumlah kampung di kawasan perbatasan antara Kabupaten Bener Meriah dengan Aceh Timur, mulai kesulitan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Pasalnya, sejak berpindahnya status kependudukan warga di daerah itu yang saat ini sebagian besar telah ber-KTP warga Kecamatan Syiah Uatama, Bener Meriah, sejumlah petugas kesehatan yang bertugas di polindes daerah pedalaman itu mulai jarang datang.

Bahkan, menurut pengakuan sejumlah warga, jika masyarakat ingin mendapatkan pelayanan kesehatan diwajibkan untuk menunjukan Kartu Tanda penduduk (KTP).

Hal itu diungkapkan sejumlah warga kepada Serambi, pekan lalu, ketika menyambangi daerah pedalaman itu bersama sejumlah wartawan. Diceritakan, Kepala Kampung Sarah Gele, M Yunus yang didampingi sejumlah warga menuturkan, sejak mulai berpindahnya status kependudukan warga di sejumlah kampung di daerah perbatasan ini ke Kabupaten Bener Meriah, mulai kesulitan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Petugas kesehatan yang sebelumnya bertugas di salah satu polindes dari Pemkab Aceh Timur, mulai jarang mengunjungi warga di daerah ini. “Sekarang petugas kesehatan dari Aceh Timur, mulai jarang datang. Kalaupun ada, kami harus menunjukan KTP untuk berobat. Jika warga ber KTP Bener Meriah, kami tidak dilayani dan mereka sarankan untuk berobat ke Bener Meriah. Sementara sampai sekarang petugas kesehatan dari Kabupaten Bener Meriah juga belum masuk ke daerah kami,” ungkap M Yunus.

Ia paparkan, minimnya sarana kesehatan di daerah itu dirasakan warga ketika ada salah satu masyarakat yang sakit keras dan harus dilarikan ke Kabupaten Bener Meriah. Sementara, sebut M Yunus, untuk ke Bener Meriah, membutuhkan perjalanan yang jauh karena harus berputar melintasi Kabupaten Aceh Utara, Lhokseumawe, Bireuen, baru ke Kabupaten Bener Meriah, lantaran akses jalan ke Kecamatan Syiah Utama, belum dapat ditembus melalui jalan darat. “Sejak pertengahan 2010 lalu kami telah ber-KTP Bener Meriah. Sejak itu kami mulai sulit mendapatkan pelayanan kesehatan,” ungkapnya.

Bukan hanya, sarana kesehatan yang saat ini dirasa sulit didapatkan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman itu. Tapi, sarana umum lainnya seperti pendidikan, sarana ibadah yang masih belum layak, jembatan yang menghubungkan antarkampung masih memprihatinkan serta untuk sanitasi air dan MCK juga masih belum ada di daerah itu.

“Untuk air minum, mandi bahkan buang air besar, kami masih memanfaatkan aliran Sungai Jamboe Aye. Untuk itu kami harapkan Pemkab Bener Meriah segera membangun fasilitas umum serta menyediakan tenaga kesehatan yang masih kurang di beberapa kampung di daerah pedalaman ini,” tutur M Yunus.

Selain menyampaikan keluhan karena minimnya fasilitas umum, masyarakat di sejumlah kampung di daerah perbatasan itu, meminta agar hak sosial masyarakat yang selama ini terbaikan segera dipenuhi. Hak-hak tersebut, berupa kontribusi kepada masyarakat dari Trianggle Pase, yang telah belasan tahun mengekspolitasi Sumber Daya Alam (SDA) (sumur gas -red) yang ada di daerah itu.

Keberadaan sumur gas di daerah pedalaman Bener Meriah yang berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur itu, tidak berdampak kepada masyarakat karena daerah itu masih tetap miskin sampai saat ini.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 21 April 2011

Bener Merah Siapkan 37 Ribu Hektare Kebun Tebu

* Bibit Didatangkan dari Jawa Timur
Mon, Mar 14th 2011, 09:35

REDELONG - Untuk mendukung program nasional swasembada gula tahun 2014, Pemkab Bener Meriah, menyiapkan lahan seluas 37.000 hektare untuk pengembangan tanaman tebu. Pada tahap awal, sebanyak 83 ribu mata bibit tebu telah didatangkan dari Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, dan disemai di Bener Meriah.

Bupati Bener Meriah Ir H Tagore Abubakar kepada Serambi, Minggu (13/3) menyebutkan, untuk mendukung program nasional swasembada gula, Pemkab Bener Meriah telah menyiapkan lahan, pembibitan, dan telah pula mengundang investor yang akan mengelola perkebunan tebu.

Perusahaan yang akan bekerja sama dengan Pemkab Bener Meriah dalam urusan tanaman tebu tersebut adalah PT Gayo Arindo, yang merupakan anak perusahaan PT Santos Jaya Abadi, yang bergerak di bidang industri kopi terkenal dari Surabaya, Jawa Timur dengan menggunakan merk dagang Kapal Api.

“Mereka juga bergerak di bidang agribisnis dan ingin berpartisipasi, mendukung program ini. Karena selama ini perusahaan tersebut untuk memenuhi kebutuhan gula harus impor dari Thailans,” kata Tagore sembari menambahkan, dalam waktu dekat investor tersebut akan melakukan survei di Bener Meriah.

Diharapkan dengan dibukannya lahan kebun tebu ini nantinya, akan menampung tenaga kerja lokal sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran di daerah itu. “Harapan kita dengan adanya program ini, bisa membawa rakyat ke arah ekonomi yang lebih mapan, otomatis menuju masyarakat yang sejahtera,” kata Bupati Tagore.

Bibit tebu
Sementara itu staf Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesi (P3GI) Pasuruan, Sriwinarsih, kepada Serambi beberapa hari lalu di Redelong mengatakan, untuk mendukung program nasional tersebut, pihaknya telah melakukan beberapa penelitian guna pengembangan bibit-bibit tebu unggul di Bener Meriah.

“Mulai tahun 2010 kami sudah mencoba membawa beberapa bibit tebu untuk dicoba di daerah ini. Setelah itu akan ditentukan mana tanaman tebu yang cocok dikembangkan di Bener Meriah,” kata Sriwinarsih.

Dijelaskan untuk saat ini, bibit-bibit tersebut masih berupa Generasi Satu (G1) dan berada di kebun bibit yang telah ditetapkan oleh Dinas Perkebunan Kehutanan Bener Meriah. Diperkirakan, pada akhir tahun 2011 bibit G1 tersebut sudah bisa dilepas kepada petani tebu untuk ditanam. “Tujuan pembibitan ini untuk menyediakan bahan baku, guna menunjang program penanaman tebu tersebut, yang menjadi program nasional,” sebutnya.(c35)

sumber : Serambinews.com

Kamis, 07 April 2011

Kepala Kampung Nilai Musrenbang tidak Efektif

Fri, Feb 25th 2011, 08:35

REDELONG - Sejumlah kepala kampung di Kecamatan Bener Kelipah, Kabupaten Bener Meriah, menilai pelaksanaan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat kecamatan tidak efektif, karena berbagai usulan yang telah disampaikan oleh kepala kampung banyak yang tidak terealisasi.

Kepala Kampung Gunung Musara, Syamsudin kepada Serambi, Kamis (24/2) mengatakan, dalam Musrenbang yang digelar di Kecamatan Bener Kelipah Rabu (23/2) ia menolak dilakukan Musyawarah karena tidak berdampak positif bagi pembangunan di kampung.

“Musrenbang ini tidak efektif. Masalahnya Musrenbang ini dilakukan untuk usulan tahun 2012 sementara hasil Musrenbang untuk tahun 2011 saja nggak jelas hasilnya,” kata Syamsudin.

Dia katakan, alasan lain tidak perlunya dilakukan Musrenbang karena selama ini pembangunan di sejumlah kampung di Kecamatan Bener Kelipah, peningkatan tidak terlalu baik sementara hampir setiap tahun dilakukan musyawarah pembangunan.

Di sisi lain, kata Syamsudin, Pemerintah Kabupaten Bener Meriah, seharusnya bisa lebih transparan dan terbuka dalam hal pembangunan kampung sehingga masyarakat bisa mengetahui dan memahami.

“Seharusnya aparat kampung juga diberikan pemahaman tentang pembangunan kampung seperti, berapa besar anggaran, apa yang akan dibangun, dimana dibangun, sehingga lebih terbuka,” ungkap Syamsudin.

Sementara itu Camat Bener Kelipah, Muhammad Amin Masnu BA, yang dihubungi Serambi via telepon, mengakui adanya protes yang dilayangkan sejumlah kepala kampung dalam pelaksanaan Musrenbang di Kecamatan Bener Kelipah.

Munculnya protes itu lantaran sebagian kepala kampung mempertanyakan usulan tentang pembangunan kampung yang telah disampaikan tahun lalu namun sebagian belum terealisasi. “Kami sudah sampaikan kepada para keuchik, ada usulan yang langsung dikerjakan dan sebagian lagi harus menunggu proses,” kata Muhammad Amin.

Ia sebutkan, munculnya protes itu karena sebagian beranggapan yang telah diusulkan akan segera dibangun, sementara untuk merealisasikan apa yang diajukan oleh para keucik itu harus melalui proses panjang termasuk dibahas oleh para anggota dewan. “Sebenarnya tidak ada masalah. Tapi mungkin masyarakat kesal karena tiap tahun dilakukan pengusulan. Tapi usulan itu sudah kami masukkan dalam RPJM,” pungkas Camat Bener Kelipah ini.(c35)

sumber : Serambinews.com